Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi.
Sekitar 30 juta wanita usia subur menderita kurang energi kronis (KEK), yang bila hamil dapat meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Setiap tahun, diperkirakan sekitar 350 ribu bayi BBLR (≤ 2500 gram), sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka gizi kurang dan kematian balita. Pada tahun 2005 terdapat sekitar 5 juta balita gizi kurang; 1,7 juta diantaranya menderita gizi buruk. Pada usia sekolah, sekitar 11 juta anak tergolong pendek sebagai akibat dari gizi kurang pada masa balita.
Anemia Gizi Besi (AGB) diderita oleh 8,1 juta anak balita, 10 juta anak usia sekolah, 3,5 juta remaja putri dan 2 juta ibu hamil. Sekitar 3,4 juta anak usia sekolah menderita Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).
Sementara masalah gizi kurang dan gizi buruk masih tinggi, ada kecenderungan peningkatan masalah gizi lebih sejak beberapa tahun terakhir. Hasil pemetaan gizi lebih di wilayah perkotaan di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 12 % penduduk dewasa menderita gizi lebih.
Penyebab Masalah Gizi
Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian juga bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang.
Di tingkat keluarga dan masyarakat, masalah gizi dipengaruhi oleh:
- Kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan bagi anggotanya baik jumlah maupun jenis sesuai kebutuhan gizinya.
- Pengetahuan, sikap dan keterampilan keluarga dalam hal:
- Memilih, mengolah dan membagi makanan antar anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan gizinya.
- Memberikan perhatian dan kasih sayang dalam mengasuh anak.
- Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan gizi yang tersedia, terjangkau dan memadai (Posyandu, Pos Kesehatan Desa, Puskesmas dll).
- Tersedianya pelayanan kesehatan dan gizi yang terjangkau dan berkualitas.
- Kemampuan dan pengetahuan keluarga dalam hal kebersihan pribadi dan lingkungan.
Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar 50 % anak balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah mendapat kapsul vitamin A baru mencapai 74 % dan ibu hamil yang mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60 %.
Demikian pula dengan perilaku gizi lainnya juga masih belum baik yaitu masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39 %, sekitar 28 % rumah tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat, dan pola makan yang belum beraneka ragam.
0 komentar:
Posting Komentar